Blogs >> 'Pengujian, Penderitaan dan Pencobaan'

Ketika kita membaca Alkitab, kita menemukan banyak hal yang sulit dipahami jika kita mencoba untuk menafsirkannya dari sudut pandang budaya kita sendiri. Sebuah simbolisme, kiasan yang terjalin dan angka-angka digunakan dalam Alkitab untuk mendefinisikan dan mengiluminasi prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip ini tidak mudah dimengerti jika kita berpikir dengan cara yang benar-benar kongkrit. Tema-tema yang saling terkait dari pengujian, penderitaan dan pencobaan adalah contoh dari ini. Untuk mengerti perbedaan antara ketiga aspek pengalaman manusia ini dan memahami peran ketiga aspek tersebut dalam kehidupan kita, kita dapat melihat ke simbol/kiasan yang berfungsi untuk menggambarkan dan mendefinisikan mereka.Test
David Falk
Saturday, 8 September 2012

Ketika kita membaca Alkitab, kita menemukan banyak hal yang sulit dipahami jika kita mencoba untuk menafsirkannya dari sudut pandang budaya kita sendiri. Sebuah simbolisme, kiasan yang terjalin dan angka-angka digunakan dalam Alkitab untuk mendefinisikan dan mengiluminasi prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip ini tidak mudah dimengerti jika kita berpikir dengan cara yang benar-benar kongkrit. Tema-tema yang saling terkait dari pengujian, penderitaan dan pencobaan adalah contoh dari ini. Untuk mengerti perbedaan antara ketiga aspek pengalaman manusia ini dan memahami peran ketiga aspek tersebut dalam kehidupan kita, kita dapat melihat ke simbol/kiasan yang berfungsi untuk menggambarkan dan mendefinisikan mereka.

Pengujian tujuh kali masa

Pengujian sering diterjemahkan sebagai ‘pencobaan’ dalam Perjanjian Lama, dan berhubungan dengan angka tujuh. Kita membaca dalam Mazmur bahwa janji Allah diuji tujuh kali. Janji TUHAN adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah. Mzm 12:6.

Pengujian terhadap janji (firman) adalah pekerjaan Allah yang murni dan tak bercacat yang ditujukan kepada kita sebagai anak; ‘sebagaimana Allah, jalan-Nya tidak bercacat. Janji Allah diuji’. Mzm 18:30. Pengujian ini adalah murni dalam tujuan, maksud dan hasilnya; dan diarahkan sepenuhnya untuk membangun identitas dan status anak kita. Ini adalah pekerjaan Roh Kudus dengan kuasa ketujuh Roh Allah untuk memberikan kita warisan sebagai anak. Why 4:5. Yes 11:2.

Proses ini bekerja dalam kehidupan Yusuf. Kej 37-48. Dia adalah salah satu dari kedua belas anak Israel, yang dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya karena mereka cemburu. Kita membaca dalam kitab Kejadian tentang pengujian yang dialaminya di Mesir. Dalam semua permasalahan yang dihadapinya, Yusuf menanggapinya dengan kerendahan hati dan iman, yang akhirnya membuatnya naik ke posisi tertinggi dalam kerajaan Firaun. Hal tentang Yusuf ini ditulis oleh pemazmur, ‘sampai saat firman-Nya sudah genap, dan janji TUHAN membenarkannya (terjemahan bahasa Inggris: that word tried him = firman Tuhan menguji dia)’. Mzm 105:19

Kerinduan Allah adalah agar setiap orang percaya mendapatkan sepenuhnya warisan sebagai anak, seperti yang Yusuf peroleh. Masing-masing dari kita mendapatkan pengujian tujuh kali masa ketika kita percaya kepada janji/firman Allah. Penting untuk dicatat bahwa pengujian selalu dikaitkan dengan ‘janji/firman’. Mzm 12:6. Firman mengenai panggilan pribadi dan penentuan kita yang dari semula akan diuji supaya kita dapat menerima pekerjaan dan warisan kita. Namun, tidaklah cukup dengan hanya menerima warisan kita; kita harus kemudian terus maju untuk memiliki warisan itu.

Untuk memahami perbedaan ini, akan sangat membantu untuk melihat kisah bangsa Israel dan warisan mereka, Tanah Perjanjian. Secara geografis, seharusnya mereka hanya memerlukan beberapa hari perjalanan melalui padang gurun, tetapi mereka membutuhkan empat puluh tahun pengujian sebelum mereka memasuki tanah Kanaan. Meskipun mereka mewarisi tanah itu, mereka tidak pernah ‘memilikinya’ dengan menjadikannya milik mereka sendiri. Ini adalah teguran Allah secara konstan kepada mereka.

Kita membaca dalam kitab Mazmur, ‘Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni (terjemahan bahasa Inggris: the word of the Lord is tried = firman Tuhan itu diuji); Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya. (Mzmr 18:30). Dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, kata ‘pencobaan’ atau ‘pengujian’ berarti ‘disempurnakan, dibersihkan atau dimurnikan seperti emas oleh seorang tukang emas’. Ketika kita berada dalam pengujian sehubungan dengan firman itu, kita dapat diyakinkan akan dua hal. Pertama, kita diberitahu bahwa Ia adalah perisai dan pelindung bagi kita saat kita berlindung pada firman itu. Dan, kedua, kita tahu bahwa hasil pengujian ini adalah firman itu akan muncul dalam kita sebagai emas.

Tiga hasil yang diuji

Dalam kitab Keluaran dan Ulangan, Musa menetapkan tiga hal yang cukup spesifik yang merupakan hasil dari pengujian tujuh kali masa.

‘Supaya kamu takut akan Dia dan supaya kamu tidak melakukan dosa.’

Pertama, pengujian menghasilkan takut akan Allah dalam kita, yang kemudian menjauhkan kita dari berbuat dosa. Kita membaca dalam kitab Keluaran, ‘Tetapi Musa berkata kepada bangsa itu: “Janganlah takut, sebab Allah telah datang dengan maksud untuk mencoba kamu dan dengan maksud supaya takut akan Dia ada padamu, agar kamu jangan berbuat dosa.”’ (Kel 20:20). Jika ada di antara kita bergumul dengan berbuat dosa, itu tanda bahwa kita tidak takut akan Allah. Jika kita benar-benar takut akan Allah kita tidak akan berbuat dosa. Kita perlu memahami dengan benar tentang pengujian yang Dia izinkan yaitu untuk menghasilkan dalam kita takut untuk melakukan dosa. Jika kita menolak pengujian, kita tidak akan takut akan Allah.

‘Bahwa Dia yang menguji kamu agar kamu berbuat baik pada akhirnya.’

Kita menemukan hasil ke-dua dari pengujian dalam kitab Ulangan. Musa menyatakan kepada orang Israel, ‘dan yang di padang gurun memberi engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkan-Nya hatimu dan dicobai-Nya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya’. Ul 8:16. Kita bisa mendapatkan dorongan besar dari pernyataan ini. Pengujian angka tujuh yang datang kepada kita hanyalah untuk berbuat baik atas kita pada akhirnya. Petrus berbicara tentang prinsip ini dalam suratnya yang pertama. Dia menulis ‘Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya’. 1 Pet 5:10. Panas dari pengujian tujuh kali masa akan menjadikan kita seperti emas, memungkinkan kita untuk bersatu ke dalam gereja kaki dian seperti yang digambarkan oleh kitab Wahyu. Why 1:13,20. Kita kemudian dapat dibentuk menjadi bagian yang berfungsi dan yang sah dari suatu bagian (yang terdiri dari kuncup,kuntum, dan bunga) pada satu cabang. Hal ini penting bahwa kaki dian di dalam tabernakel pada Perjanjian Lama ditempa dari satu bongkah emas. Kaki dian itu memiliki tiga bagian yang mewakili bunga badam pada masing-masing ketujuh cabangnya. Kel 25:31-33.

‘Menguji kamu untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu’

Tujuan ke-tiga dari pengujian adalah untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati kita. Musa meminta kepada bangsa Israel ‘Ingatlah kepada seluruh perjalanan yang kaulakukan atas kehendak TUHAN, Allahmu, di padang gurun selama empat puluh tahun ini dengan maksud merendahkan hatimu dan mencobai engkau untuk mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni, apakah engkau berpegang pada perintah-Nya atau tidak’. Ul 8:2. Ini adalah pernyataan yang menenangkan bagi orang percaya. Kita ingin Dia tahu apa yang ada dalam hati kita. Dan selanjutnya, kita ingin Dia untuk mengungkapkan kepada kita semua motivasi dan niat di dalam hati kita. Satu-satunya cara agar hati kita dapat benar-benar dinyatakan dan diketahui adalah melalui pengujian tujuh kali masa.

Penderitaan dan kesusahan selama sepuluh hari

Kita dapat melihat prinsip dari kesusahan dan pencobaan sepanjang Alkitab dan khususnya dalam kitab Wahyu. Sementara pencobaan atau pengujian didefinisikan dalam angka tujuh, kesusahan dikaitkan dengan angka sepuluh. Kita menemukan bahwa jemaat di Smirna telah diperingati bahwa mereka akan menderita dan mengalami kesusahan ‘selama sepuluh hari’. Why 2:10. Ini bukan berarti sepuluh hari secara harafiah, melainkan, penggunaan angka sepuluh ini adalah contoh, semacam ‘kode simbolik’ di dalam Alkitab. Seperti yang kita lihat di dalam beberapa referensi tentang angka sepuluh di dalam Alkitab, kita dapat dengan jelas melihat kaitannya dengan kesusahan. Yakub, di dalam kitab Kejadian, mengalami banyak penganiayaan di tangan ayah mertuanya. Selama masa ini, upahnya ditukar ‘sepuluh kali’. Kej 31:7. Yakub, selama periode kesusahannya yang sangat besar ini, dicurangi ‘sepuluh kali’.

Tidak seperti pencobaan, yang merupakan pekerjaan Allah yang murni yang ‘tak bercacat’, kesusahan berasal dari Setan yang dilakukan melalui orang-orang jahat. Ini adalah bagaimana Setan mengadakan peperangan melawan kita untuk mematahkan semangat kita, menghancurkan keyakinan kita dan membuat kita rentan terhadap godaan. Namun, meskipun Setan menggunakan kesusahan dengan maksud untuk menghancurkan kita, Allah dapat menggunakannya untuk kebaikan kita. Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma menggambarkan hasil dari kesusahan. Dia meyakinkan mereka bahwa kesengsaraan menghasilkan ketekunan atau daya tahan, dan daya tahan menghasilkan karakter. Rom 5:3. Di sinilah letak perbedaan antara menerima warisan kita melalui pengujian, dan memiliki warisan tersebut melalui kesusahan. Kita tidak memerlukan karakter untuk mewarisi warisan kita, tetapi kita memerlukan karakter yang dihasilkan dari kesusahan itu untuk memiliki warisan itu. Dalam kitab Imamat, kita membaca nasihat Allah kepada bangsa Israel dalam hal warisan mereka. Dia mengatakan, ‘Tetapi kepadamu Aku telah berfirman: Kamulah yang akan menduduki tanah mereka dan Akulah yang akan memberikannya kepadamu menjadi milikmu, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya; Akulah TUHAN, Allahmu, yang memisahkan kamu dari bangsa-bangsa lain.’ Im 20:24.

‘Sepuluh kali’ menggambarkan mekanisme Allah dalam kita untuk menghasilkan identitas dan status anak yang lengkap dan penuh. ‘Pencobaan sepuluh kali’ bertujuan untuk menyesuaikan karakter kita untuk menjadikan kita sepadan dengan warisan dari status anak kita. Hal ini harus menghasilkan dalam diri kita kesetiaan untuk mampu memiliki warisan kita dan yang membawakan kita mahkota kehidupan.

Pengertian kualitas dari kesusahan adalah bahwa hal tersebut langsung menyerang kita di titik karakter kita. Kita tahu dari surat kepada jemaat di Roma, bahwa karakter adalah hasil dari daya tahan kita di dalam kesusahan. Namun, kita mengalami peperangan terhadap godaan di tengah-tengah fase ketahanan ini. Dan pada titik ini kita tergoda untuk membela diri dalam kebenaran diri atau jatuh ke dalam mengasihani diri.

Dicobai oleh Setan di tengah-tengah kesusahan

Yesus mendorong murid-murid-Nya di taman Getsemani untuk ‘berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.’ Luk 22:40,46. Musuh sudah di depan mereka, semangat mereka hampir patah dan mereka ‘tidur dari kesedihan’. Ia memperingatkan mereka untuk waspada dan siap. Dia tahu mereka akan dicobai untuk melarikan diri atau berpihak kepada musuh.

Yakobus memberitahu kita bahwa kita tidak pernah dicobai oleh Allah. Yak 1:13. Sebagai orang Kristen, kita menghadapi cobaan dalam dua tingkatan. Tingkat pertama adalah ketika kita ditarik untuk menjauhi Tuhan karena hawa nafsu kita sendiri. Yak 1:14. Namun, tingkat kedua adalah cobaan terbesar bagi orang percaya dan itu terjadi di tengah-tengah kesusahan ketika semua hal menimpa kita dari segala arah. Satu-satunya keinginan Setan adalah untuk menjatuhkan kita. Rasul Paulus mengatakan ini, ‘ditindas dalam segala hal’ dan ‘dengan segala cara’. 2 Kor 4:8; 2 Kor 7:5. Setan digambarkan sebagai ‘penggoda/yang mencobai’ dan dia datang untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Kesusahan adalah alat yang dia gunakan untuk menggoncang kita. Ini adalah bagaimana ia menjatuhkan pertahanan kita kepada pencobaan.

Yesus menggambarkan fenomena ini dalam perumpamaan tentang penabur. Ketika penabur keluar untuk menabur, sebagian benih itu jatuh ke tanah berbatu di mana ada sedikit tanah. Benih tersebut bertumbuh dengan cepat tetapi saat terik matahari datang, mereka menjadi layu karena tidak berakar. Yesus kemudian menafsirkan perumpamaan ini dengan mengacu pada hasil negatif dari kesusahan. Dia berkata, ‘Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad’. Mat 13:20, 21.

Kita mengerti dari Ayat-ayat ini bahwa kesusahan datang karena firman. Kita menerima firman dari Yesus Kristus tentang kehidupan kita. Ketika Dia mulai memurnikan kita sesuai dengan firman itu, Setan berdiri dan berperang melawan kita. Kesusahan dan penganiayaan yang dihasilkan tidaklah terduga dan dapat kelihatan seperti tidak konsisten dengan firman yang telah datang kepada kita. Kita dapat menjadi lemah yang kemudian menyebabkan semangat kita turun, yang pada gilirannya menghadapkan kita pada pencobaan/godaan. Pada titik inilah kita perlu mengetahui titik kerentanan kita, karena pencobaan akan membuat kita bereaksi pada saat kita jatuh/lemah yang dapat merusak kesatuan gereja-Nya. Jika kita adalah orang yang cepat marah, kita akan tergoda untuk bereaksi dengan kemarahan yang tak terkendali. Jika kita seorang hedonistik (suka bersenang-senang), kita akan menyalurkan kekuatiran kita dengan mencari kesenangan. Untuk mengatasi pencobaan/godaan, kita harus berjaga-jaga dan berdoa agar kita dapat memahami keadaan dari kesusahan kita.

Mengatasi pencobaan/godaan

Pada suatu waktu, kita semua akan berada pada tahapan yang berbeda dalam perjalanan kita dengan Tuhan. Kita mungkin mencari-Nya untuk sebuah firman pada hal tertentu. Atau, setelah menerima firman dari Tuhan, kita sedang diuji oleh firman itu. Terlepas dari tahap di mana kita berada, kita harus terus maju. Kita perlu merenungkan ‘Dia yang menanggung bantahan dari pihak orang-orang berdosa yang melawan-Nya, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa’. Ibr 12:3. Ketika kita mulai tawar hati, kita harus mengatasi pencobaan/godaan untuk menyatakan diri kita dan membenarkan diri kita. Jika kita melakukan hal itu, kita menolak kelemahan Kristus. Rasul Paulus memahami bahwa kuasa Allah sempurna dalam kelemahan. Oleh karena itu, ia bersaksi, ‘Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.’ 2 Kor 12:9.

Ketika kita mengalahkan pencobaan/godaan di tengah-tengah kesusahan, kita menerima upah kita. Meskipun Allah tidak memulai kesusahan ini, Dia mengizinkannya datang karena ini akan menghasilkan karakter dalam diri kita. Mengetahui hal itu, kita bisa seperti Paulus yang mengalami ‘sukacita yang berlimpah-limpah’ di tengah-tengah kesengsaraan. 2 Kor 7:4. Kemurahan dan kasih karunia yang berlimpah dapat dihasilkan di dalam kita seperti di jemaat Makedonia. 2 Kor 8:1-2. Penulis Ibrani menasihati kita, ‘Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.’ Ibr 10:35,36.